Kamis, 07 Juni 2012

Kisah Muslim yang Menyelamatkan Yahudi


Saat libur panjang akhir pekan lalu, saya menyelesaikan bacaan satu buku yang menarik. Buku ini menarik dibaca, terutama di tengah maraknya kekerasan yang mengatasnamakan agama belakangan ini.

Judul bukunya “BESA: Muslims Who Saved Jews in World War II”. Buku tersebut, yang ditulis oleh Norman H. Gershman, seorang fotografer Yahudi, memuat sepenggal kisah nyata pada zaman Perang Dunia ke-II. Selama Perang Dunia II, kaum Yahudi dikejar dan dibunuh oleh Nazi Jerman. Pada masa itu, sekitar 2000 orang Yahudi lari ke daerah Albania. Mereka kemudian dilindungi oleh keluarga muslim Albania di kota Berat.

Para muslim Albania mempertaruhkan nyawa guna melindungi pengungsi Yahudi yang meminta pertolongan. Menyembunyikan Yahudi risikonya sangat tinggi, karena setiap saat patroli Nazi dapat datang ke perkampungan dan menggeledah setiap rumah. Kalau sampai ketahuan menyembunyikan Yahudi, maka kehilangan nyawa adalah ganjarannya.

Namun menurut catatan sejarah, tidak ada satupun pengungsi Yahudi yang diserahkan oleh muslim Albania pada pihak Nazi. Buku ini menceritakan bagaimana para muslim Albania melindungi pengungsi Yahudi dengan segenap cara.

Muslim Albania memegang teguh tradisi BESA. Ini adalah tradisi yang berakar dari Al Qur’an yang berarti “memegang janji” atau “menjaga kehormatan”. BESA juga berarti peduli pada yang membutuhkan, melindungi kaum lemah, dan menolong sesama.

Dalam upaya melindungi kaum Yahudi, para muslim Albania menganggap mereka sebagai saudara. Mereka diberikan pakaian yang sama, makanan yang sama, dan tinggal bersama-sama di rumah seperti anggota keluarga. Apabila ada patroli Jerman datang, kaum Yahudi disembunyikan di bawah tanah atau tengah hutan.

Salah satu keluarga muslim yang menyelamatkan Yahudi Kisah dari keluarga Kasem Kocerri, yang didatangi serombongan patroli Nazi pada awal 1944, menarik disimak. Saat itu, tentara Nazi menanyakan di mana para pengungsi Yahudi bersembunyi. Tapi Kasem menolak untuk memberitahu. Diam-diam, ia menyembunyikan keluarga Yahudi di salah satu gudang di atas bukit.

Ali Pashkaj punya cerita lain. Ia sampai dibawa oleh tentara Nazi ke tengah hutan. Empat kali kepalanya ditodong senjata, dan akan ditembak apabila ia tidak memberitahu di mana orang Yahudi disembunyikan. Tapi Ali tetap bungkam. Akhirnya, tentara Nazi meninggalkannya.

Keluarga Halil Frasheri menceritakan pengalamannya yang mencekam saat patroli Nazi menggeledah rumah ke rumah. Ia, melalui pintu belakang, mengajak keluarga Yahudi yang bersembunyi di rumahnya, untuk lari ke dalam hutan.

Para muslim Albania di kota Berat tersebut tidak pernah sekalipun memberitahu atau menyerahkan keluarga Yahudi yang mereka lindungi kepada Nazi, meski mereka ditekan dan disiksa. Pengungsi Yahudi menganggap kaum muslim Albania bagai malaikat.

Usai perang, banyak dari kaum Yahudi yang pindah ke Israel atau negara lain dan memulai kehidupan barunya. Saat berpisah mereka saling menangis dalam haru. Kini, beberapa di antara keluarga Yahudi masih menjalin hubungan dengan muslim Albania, meski banyak di antaranya yang kehilangan kontak. Beberapa keluarga di Albania masih memegang barang-barang, seperti kitab Yahudi, yang ditinggal sebagai kenang-kenangan.

Agama Islam selama ini kerap diidentikkan dengan kekerasan. Hal ini tak dapat dilepaskan dari maraknya berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Pertikaian Islam–Yahudi juga seolah menemukan jalan buntu bagi terwujudnya perdamaian antara kedua agama tersebut.

Namun, membaca buku ini kita seolah diingatkan kembali bahwa Islam memiliki akar yang sama dengan agama-agama lainnya, yaitu kasih sayang terhadap sesama, apapun agamanya atau apapun alirannya.

Saat ditanya mengapa mereka menyelamatkan Yahudi, kaum muslim Albania berkata bahwa Kaum Yahudi dan Islam adalah bersaudara, karena berasal dari satu Tuhan. Melindungi dan mengasihi sesama adalah kewajiban setiap umat beragama.

Norman H. Gershman bukanlah seorang Arab, ia bukan pula orang Islam. Ia seorang Yahudi. Kepada Jewish Chronicle ia berkata,”Persepsi bahwa Islam adalah agama kekerasan itu nonsense. Saya seorang Yahudi, tapi saya percaya bahwa Islam bukanlah agama teroris. Muslim Albania menjadi salah satu bukti bahwa ada kebaikan Islam di muka bumi ini”.

Membaca buku ini membuat kita merenung, apakah sebenarnya tujuan agama diturunkan ke muka bumi. Mungkinkah untuk kekerasan? Mungkinkah untuk mengklaim kebenarannya sendiri? Saya yakin bahwa idealnya agama itu bertujuan untuk menyejukkan dan mencerahkan, bukan menebar kebencian, kekerasan, dan ketakutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar